TUGAS/TULISAN 2 PEREKONOMIAN INDONESIA
ABSTRAK
Banyak alasan untuk mencintai produk dalam negeri, dan sudah merupakan
keharusan bagi warga negara agar mencintai produk-produk dalam negeri
agar produk dalam negeri sendiri bisa bersaing di kancah internasional.
akan tetapi Kita sering merasa lebih berkelas ketika memakai produk
berlabel luar negeri, buatan rumah fashion ternama. tidak heran jika
pernyataan tersebut dilontarkan pada era sekarang ini...... :(
akan tetapi ternyata, banyak produk dalam negeri yang jadi pemasok merk-merk mahal dan terkenal dari luar negeri. Salah satu pernyataan ini diungkap oleh Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia, Ade Sudrajat.
kenapa negara-negara maju itu tertarik menggunakan barang lokal untuk merk dagang mereka yang mendunia? Bukankah orang Indonesia sendiri mengatakan bahwa produk lokal merupakan barang kelas dua atau bahkan kelas tiga?
Tidak hanya brand besar serta selebriti dunia, ternyata banyak juga atlit dunia yang menggunakan produk indonesia untuk perlengkapan mereka. Sudah seharusnya kita sebagai bangsa Indonesia, lebih mencintai produk dalam negeri, karena brand dunia pun sudah mengakui kualitas barang lokal kita.
akan tetapi ternyata, banyak produk dalam negeri yang jadi pemasok merk-merk mahal dan terkenal dari luar negeri. Salah satu pernyataan ini diungkap oleh Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia, Ade Sudrajat.
kenapa negara-negara maju itu tertarik menggunakan barang lokal untuk merk dagang mereka yang mendunia? Bukankah orang Indonesia sendiri mengatakan bahwa produk lokal merupakan barang kelas dua atau bahkan kelas tiga?
Tidak hanya brand besar serta selebriti dunia, ternyata banyak juga atlit dunia yang menggunakan produk indonesia untuk perlengkapan mereka. Sudah seharusnya kita sebagai bangsa Indonesia, lebih mencintai produk dalam negeri, karena brand dunia pun sudah mengakui kualitas barang lokal kita.
BAB I
PENDAHULUAN
A. LANDASAN TEORI
Bela
negara yang selalu didengung-dengungkan oleh petinggi bangsa Indonesia
sejak dulu memang merupakan sesuatu yang amat penting bagi
keberlangsungan suatu negara.
Dengan perkembangan IPTEKS dan munculnya berbagai bentuk hambatan, gangguan, tantangan dan ancaman di luar pertahanan keamanan yang semakin luas dan rumit, pengertian bela negara mulai berkembang sebagai upaya untuk menjamin integritas dan eksistensi NKRI, baik dalam aspek ideology, politik,ekonomi, sosial budaya maupun pertahanan keamanan. (Parlaungan Adil Rangkuti ,2007)
Bentuk hambatan, gangguan, tantangan dan ancaman yang dihadapi oleh bangsa dan negara dalam upaya menjamin kelangsungan hidupnya, semakin sulit dideteksi dan dianalisa dalam segala bidang. Sehingga perlu rasanya masyarakat kembali sadar dan peduli terhadap nilai-nilai kepejuangan bangsa sebagai pengembangan kesadaran bela negara. Karena upaya bela negara bukan hanya sebagai hak dan kewajiban setiap warga negara, akan tetapi juga merupakan kehormatan dan tanggung jawab moral setiap anak bangsa.
Dengan perkembangan IPTEKS dan munculnya berbagai bentuk hambatan, gangguan, tantangan dan ancaman di luar pertahanan keamanan yang semakin luas dan rumit, pengertian bela negara mulai berkembang sebagai upaya untuk menjamin integritas dan eksistensi NKRI, baik dalam aspek ideology, politik,ekonomi, sosial budaya maupun pertahanan keamanan. (Parlaungan Adil Rangkuti ,2007)
Bentuk hambatan, gangguan, tantangan dan ancaman yang dihadapi oleh bangsa dan negara dalam upaya menjamin kelangsungan hidupnya, semakin sulit dideteksi dan dianalisa dalam segala bidang. Sehingga perlu rasanya masyarakat kembali sadar dan peduli terhadap nilai-nilai kepejuangan bangsa sebagai pengembangan kesadaran bela negara. Karena upaya bela negara bukan hanya sebagai hak dan kewajiban setiap warga negara, akan tetapi juga merupakan kehormatan dan tanggung jawab moral setiap anak bangsa.
Oleh
karena gangguan terhadap bangsa tidak hanya dari segi keamanan saja
maka perhatian kita juga tidak boleh terpusat hanya pada satu
permasalahan saja. Namun untuk saat ini yang sedang hangat-hangatnya
dibicarakan adalah ancaman terhadap aset negara berupa budaya dan produk
lokal yang telah menghadapi perdagangan bebas. Baru-baru ini Indonesia
menyetujui adanya kerjasama perdagangan bebas ASEAN-CHINA yang dikenal
dengan ACFTA. Oleh sebab itu kami akan mencoba menyoroti dampak
perdagangan bebas pada pasar Indonesia dan kaitannya dengan rasa cinta
pada tanah air yang diwujudkan dengan “Cinta Produk Dalam Negeri”
Cinta
produk Indonesia dapat menjadi gambaran betapa besarnya rasa cinta
masyarakat pada bangsa ini. Bayangkan, ketika seluruh rakyat Indonesia
dengan penuh kesadaran mengonsumsi produk-produk buatan lokal di tengah
derasnya arus barang impor dari luar negeri. Secara tak langsung,
konsumsi yang begitu besar akan meningkatkan pendapatan pengusaha lokal
bahkan pendapatan nasional. Diharapkan pula dengan keuntungan tersebut
pelaku usaha akan terus meningkatkan mutu produk-produknya sebagai
timbal balik dari kepercayaan publik dalam negeri. Selain itu,
permintaan produk lokal yang tinggi tentu menuntut peningkatan jumlah
produksi yang juga akan membuka lapangan pekerjaan baru bagi jutaan
rakyat Indonesia. Beberapa hal di atas mungkin hanya sebagian kecil dari
pentingnya rasa cinta tanah air yang diwujudkan dengan “Cinta Produk
Dalam Negeri”.
Agaknya
kita perlu belajar dari masyarakat Jepang yang sangat loyal terhadap
barang-barang buatan negaranya meskipun tidak sedikit barang dari luar
negeri yang masuk. Karena mereka percaya dengan membeli produk dalam
negeri adalah suatu cara membantu negaranya untuk menjadi bangsa yang
besar.
Namun
begitupun seharusnya pelaku usaha di tanah air bisa lebih memahami
keinginan masyarakat kita yang tidak mau “ditipu” dengan dijualnya
suatu barang yang harganya tidak sebanding dengan mutunya. Maka perlu
bagi para pelaku usaha untuk senantiasa meningkatkan mutu dan pelayanan
terhadap konsumen dalam negeri, sehingga masyarakat tidak akan ragu
memilih untuk menggunakan produk-produknya.
Pemerintah
juga tidak boleh lepas tangan, dalam hal ini peran pemerintah sebagai
teladan sangat diharapkan. Karena bagaimana mungkin masyarakat diminta
untuk mencintai produk dalam negeri kalau pejabat pemerintahan sendiri
ternyata lebih senang memakai produk-produk luar negeri.
Semua keadaan di atas membuat kami tertarik untuk membahas masalah “Cinta Produk Dalam Negeri” pada makalah ini.
B. Rumusan Masalah
1. Mengapa masyarakat Indonesia lebih memilih produk luar negeri dari pada produk dalam negeri?
2. Apa penyebab kurangnya kesadaran dan kebanggan masyarakat Indonesia terhadap produk dalam negeri?
3. Bagaimana peran pemerintah terhadap pelaku usaha dalam negeri?
C. Tujuan
1. Menjelaskan penyebab masyarakat Indonesia lebih memilih produk luar negeri dari pada produk dalam negeri.
2. Menjelaskan penyebab kurangnya kesadaran dan kebanggan masyarakat Indonesia terhadap produk dalam negeri.
3. Menjelaskan peran pemerintah terhadap pelaku usaha dalam negeri.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kurangnya Mutu Produk Dalam Negeri Dibandingkan Dengan Produk Impor
Dari
sudut pandang sumber daya manusia, sebenarnya kualitas orang-orang
Indonesia tidak kalah dibandingkan dengan orang-orang di negara-negara
maju, jika saja benar-benar mau belajar. Hal ini terbukti dengan
banyaknya tokoh-tokoh dan cendikiawan yang berasal dari negara kepulauan
terbesar di dunia ini. Namun kemauan saja tidak cukup, fasilitas
pendukungnya pun harus mumpuni. Hal inilah yang harus menjadi sorotan.
Bahwa dalam proses belajarnya, orang-orang Indonesia belum mendapatkan
fasilitas yang memadai, belum maksimalnya akses informasi dari
masyarakat di pedalaman. Serta yang tidak boleh dilupakan juga adalah
asupan gizi sebagian besar masyarakat yang jauh dari pemenuhannya karena
alasan ekonomi. Beberapa gambaran diatas menjadi mata rantai
permasalahan yang saling terkait yang membuat kualitas orang-orang
Indonesia lebih rendah jika dibandingkan dengan orang-orang di
negara-negara maju.
Kualitas
masyarakat yang rendah juga berakibat pada rendahnya mutu atau kualitas
produk (barang maupun jasa) yang dihasilkan. Hal ini karena belum
maksimalnya penerapan sebuah teknologi dalam proses produksi. Kebanyakan
masyarakat hanya mengandalkan pengalaman saja tanpa diiringi penguasaan
konsep dan teknologi yang membuat tidak maksimalnya proses produksi.
Permasalahan
yang selanjutnya adalah dalam menjalankan proses produksinya, pelaku
usaha di tanah air selalu dibayang-bayangi masalah finansial atau
pendanaan proses produksi. Untuk menyelesaikan masalah ini, pemerintah
telah memberikan bantuan dengan mengucurkan dana usaha bagi pengusaha
kecil dan menengah. Namun, yang harus disoroti adalah bahwa
bantuan-bantuan yang ditujukan kepada kalangan pengusaha kecil dan
menengah itu belum termanfaatkan dengan maksimal. Karena ternyata dalam
penyalurannya, bantuan tersebut banyak yang salah sasaran. Sehingga
wajar saja bila pengusaha kecil dan menengah tidak dapat berbuat banyak
untuk menyikapi masalah pedanaan ini. Secara tidak langsung keadaan ini
mengganggu proses produksi yang membuat mereka lebih memilih untuk
menekan biaya produksi hingga seminimal mungkin. Misalnya saja dengan
menggunakan bahan baku yang kualitasnya dibawah standar yang seharusnya
serta penggunaan teknologi konvensional yang membuat proses produksi
tidak maksimal.
Dua
permasalahan klasik diatas merupakan sebagian kecil dari
hambatan-hambatan yang membuat produk-produk dalam negeri menjadi lebih
rendah mutunya jika dibandingkan dengan produk-produk yang diproduksi
negara-negara maju. Hal ini tentunya menjadi ancaman serius bagi pelaku
usaha nasional karena kita telah memasuki gerbang perdagangan bebas.
Sedangkan pada perdagangan bebas itu diharapkan barang-barang produksi
anak bangsa mampu menyaingi produk luar yang masuk ke Indonesia sehingga
dapat tetap menjadi tuan rumah di negeri sendiri.
2.2 Kurangya Kesadaran dan Kebanggaan Untuk Menggunakan Produk Dalam Negeri
Sudah
menjadi rahasia umum bahwa produk buatan Indonesia berkelas lebih
rendah dibandingkan dengan produk luar negeri. Masyarakat Indonesia
umumnya telah melakukan pengaturan pada pola pikir mereka bahwa produk
asal luar negeri selalu atau bahkan selamanya akan memiliki kualitas
yang lebih bagus dibandingkan produk dalam negeri. Dan karena kecintaan
mereka terhadap produk luar negeri, mereka rela merogoh saku dalam-dalam
untuk sebuah produk luar negeri. Hal tersebut bertolak belakang dengan
produk dalam negeri yang memiliki image buruk bahkan sangat buruk
di mata konsumen (masyarakat Indonesia.red). Jangankan untuk merogoh
saku dalam-dalam, merogoh di permukaan saku pun sepertinya masyarakat
enggan kalau uang itu hanya untuk membeli sebuah barang produksi dalam
negeri. Tidak sedikit dari mereka yang bahkan berpikir bahwa membeli
barang produksi dalam negeri sama saja dengan membuang uang.
Ada
beberapa alasan yang menjadi faktor utama masyarakat Indonesia lebih
memlilih produk luar negeri. Sebagian dari mereka berasumsi bahwa produk
luar negeri memiliki kualitas yang lebih bagus. Mungkin pengibaratan
kualitas produk luar negeri dan produk dalam negeri bagaikan langit dan
bumi. Sangat signifikan! Sebagian lagi berdalih bahwa produk luar negeri
itu lebih elit dan berkelas yang diukur dari segi kualitas atau
mungkin juga dari negara asal produk tersebut. Tidak sedikit yang
beranggapan bahwa produk yang berasal dari negara-negara di Eropa lebih
berkelas dibanding produk yang berasal dari negara-negara di kawasan
Asia.
Menurut
para pecandu produk luar negeri, yang membuat produk dalam negeri
terpuruk adalah tidak sebandingnya harga dengan kualitas produk dalam
negeri. Alasan mereka bahwa produk dalam negeri memiliki kualitas rendah
tetapi dipatok dengan harga yang cukup tinggi. Berbeda dengan produk
luar negeri yang mereka anggap sebanding antara kualitas dan harganya.
Walaupun memiliki harga yang relatif lebih mahal, tetapi mereka tidak
segan mengorbankan uang yang lebih banyak untuk barang tersebut.
Sebenarnya
banyak alasan yang seharusnya membuat masyarakat Indonesia lebih
memilih produk dalam negeri. Pertama, membeli produk dalam negeri secara
langsung dan tidak langsung akan meningkatkan kesejahteraan para
pekerja lokal. Mengapa? Karena semakin banyak permintaan akan produk
dalam negeri akan semakin meningkatkan beban pekerja dan itu berarti
akan meningkatkan pula upah yang mereka terima. Kedua, membeli produk
dalam negeri dapat membantu mengurangi jumlah pengangguran. Apabila
permintaan produk dalam negeri meningkat, maka untuk memenuhi
pertambahan jumlah permintaan, produsen kemungkinan akan menambah jumlah
pekerjanya. Dengan kata lain kembali terbuka lowongan pekerjaan bagi
masyarakat yang masih menganggur. Ketiga, membeli produk dalam negeri
berarti meningkatkan pendapatan negara. Alasan terakhir adalah dengan
membeli produk dalam negeri akan menentukan jati diri bangsa. Hal itu
merupakan salah satu wujud cinta kita kepada Indonesia, sebagai warga
negara yang baik.
Mungkin
banyak yang tidak mengetahui bahwa tidak semua produk dalam negeri
memiliki kualitas yang lebih rendah, misalnya buah-buahan. Sebenarnya
membeli buah lokal itu memberikan lebih banyak manfaat. Cita rasa buah
lokal yang lebih enak dan nutrisinya lebih optimal karena dijual dalam
keadaan segar. Harganya pun lebih terjangkau. Selain itu kita ikut
mencegah pemanasan global karena mengurangi jumlah pemakaian kapal kargo
yang mengangkut buah-buahan impor dan tentu saja kualitas buah lokal
lebih baik.
Banyak
pula yang akan tercengang ketika mereka mengetahui bahwa banyak
perusahaan barang-barang berlabel luar negeri menggunakan jasa orang
Indonesia untuk membuat produk mereka. Seperti tas dan sepatu, banyak
orang Indonesia yang bekerja sama dengan produsen luar negeri. Mereka
membuat sepatu atau tas kemudian dikirimkan ke luar negeri, lalu di sana
diberikan label dan dijual kembali kepada konsumen (yang kemungkinan
orang Indonesia) dengan “judul” barang produksi luar negeri. Padahal
barang tersebut dibuat di Indonesia. Artinya barang buatan orang
Indonesia tidak selamanya berkelas rendah. Produsen luar negeri saja
mengakui kualitas barang buatan orang Indonesia, mengapa kita sendiri
yang notabene masyarakat Indonesia sepertinya berat untuk mengakui
kelebihan itu? Gengsikah?
Tidak
banyak pula dari masyarakat kita yang menyadari betapa bangsa ini telah
kecanduan produk luar negeri. Saat ini barang-barang kebutuan
sehari-hari mulai dari makanan, minuman, pakaian, barang elektronik,
alat tulis-menulis, sampai korek api pun merupakan barang impor. Apalagi
setelah diberlakukannya sistem perdagangan bebas. Produsen dalam negeri
seakan tertimbun oleh barang impor hingga tak mampu lagi berproduksi
karena kalah bersaing dengan produk luar negeri.
Bukannya
produsen dalam negeri menawarkan produk berkualitas lebih rendah, tapi
belum sempat mereka mengembangkan dan memperbaiki kualitas produk yang
mereka tawarkan, produk-produk impor telah masuk dan memporak-porandakan
istana perdagangan yang mereka bangun secara perlahan. Seandainya
mereka memiliki waktu untuk memperbaiki produksi mereka, pasti akan
mereka lakukan. Karena perbaikan kualitas produk mereka tidak hanya
memberikan kepuasan bagi konsumen mereka, tetapi juga mendatangkan
keuntungan yang lebih besar bagi mereka. Tetapi sebelum hal itu terjadi,
produsen raksasa luar negeri datang sebagai rival mereka dalam
berdagang di negeri sendiri.
Lihatlah
yang terjadi pada Korea Selatan yang 40-an tahun lalu tidak ada
apa-apanya dibandingkan dengan Indonesia. Tapi sekarang ‘level’ mereka
bahkan berada jauh di atas Indonesia. Mereka mampu menjadi produsen
barang raksasa yang cukup berpengaruh di Asia. Hal itu tentu saja tidak
terlepas dari peranan masyarakat Korea Selatan sendiri. Mereka lebih
bangga dan meras lebih elit bila menggunakan produk buatan negara
mereka sendiri.
Hal
yang sama juga terjadi pada Jepang. Negara yang terpuruk, bahkan dapat
dikatakan mati ketika dibombardir oleh tentara sekutu pada tahun 1945.
Tahun yang sama ketika Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya.
Masyarakat Jepang hampir anti dengan produk impor. Mereka akan tetap
mengonsumsi produk dari negara mereka sendiri walaupun harganya lebih
mahal dan kualitas lebih rendah. Tetapi dengan tindakan seperti itu
justru membangkitkan semangat produsen dalam negeri untuk memberikan
yang lebih baik bagi para konsumen mereka. Hal ini merupakan apresiasi
atas kesetiaan mereka untuk tetap menggunakan produk dalam negeri.
Sehingga Jepang berhasil melahirkan banyak perusahaan raksasa yang
memiliki pengaruh besar di Asia bahkan dunia. Barang-barang mereka yang
bermerk Sony, Honda, Suzuki, dan Kawasaki menjadi barang kelas elit di
Indonesia. Dan sekarang Jepang muncul sebagai salah satu negara maju di
Asia.
Bila
kedua negara di atas dibandingkan dengan Indonesia, seharusnya ketiga
negara berada di level keelitan yang sama. Tapi pada kenyataannya,
Indonesia tertinggal jauh di bawah mereka. Khususnya dari segi
perdagangan, Indonesia hanya bisa ‘gigit jari’ atas prestasi yang mampu
diraih Jepang dan Korea Selatan. Indonesia bahkan menjadi negara yang
cukup konsumtif dalam menggunakan barang-barang kedua negara tersebut.
Padahal
jika Indonesia mau dan berusaha untuk mencari titik cerah seperti
ketika Korea Selatan masih berada di masa suram atau ketika Jepang
berusaha bangkit dari keterpurukan, pasti bisa. Khususnya dalam
menghargai produk hasil karya anak negeri. Korea Selatan dan Jepang bisa
seperti sekarang karena masyarakatnya menghargai negara mereka. Mereka
mencintai apa yang ada di negara mereka. Mereka bangga berdiri di atas
kaki mereka sendiri, dengan menggunakan barang-barang dari negara
mereka. Tidak seperti Indonesia yang malah merasa elit dan berkelas
ketika menggunakan produk luar negeri. Jangankan bangga, memiliki rasa
cinta dan menghargai produk dari negara mereka sendiri tidak.
Masyarakat
Indonesia terlalu gengsi untuk menggunakan produk dalam negeri. Mereka
merasa lebih elit ketika mereka menggunakan sepatu bermerk Adidas atau
Puma ketimbang hanya mengalaskan kaki mereka dengan bungkusan kaki
berlabel Cibaduyut. Mereka merasa lebih berkelas ketika laptop yang
mereka gunakan bergambar Apple ketimbang mereka mengetik dengan Zyrex.
Bahkan tidak sedikit dari mereka merasa berlevel lebih tinggi ketika
membayar dengan dolar ketimbang rupiah.
Kapan
negara ini bisa maju kalau masyarakatnya saja justru merasa lebih
bangga, lebih elit, lebih berkelas, dan berlevel tinggi ketika mereka
dibalut produk bermerk luar negeri? Kapan produsen dalam negeri bisa
maju dan melakukan revolusi terhadap produk mereka kalau tidak ada yang
mau membeli produk mereka? jawaban untuk kedua pertanyaan di atas adalah
‘tidak kan pernah terjadi’, kalau masyarakat Indonesia masih
menggantung tinggi gengsinya untuk menggunakan produk dalam negeri.
Sebuah negara tidak akan pernah maju ketika masyarakatnya tidak
mencintai negara mereka sendiri.
Negara
kita tidak akan dipandang masyarakat dunia kalau kita sendiri enggan
untuk memandang negara kita. Produk dari negara kita tidak akan sama
derajatnya dengan produk Korea Selatan dan Jepang apalagi Eropa, kalau
kita tidak memulai untuk mencintai produk itu apa adanya. Karena suatu
hal yang luar biasa selalu dimulai dengan hal biasa. Dengan bangga dan
cinta menggunakan produk Indonesia suatu saat bukan tidak mungkin
industri Indonesia akan merangkak naik seperti yang terjadi pada Jepang
dan Korea Selatan.
2.3 Kurangnya Perhatian Pemerintah Pada Produk Dalam Negeri
Peran pemerintah dalam hal memajukan produk dalam negeri sudah pasti sangatlah penting. Sudah
merupakan kewajiban pemerintah untuk mengampanyekan slogan “cinta
produk Indonesia”. Meminta konsumen agar lebih memilih produk buatan
dalam negeri dan mendorong pelaku bisnis (ritel) untuk lebih
mengutamakan menjual produk dalam negeri. Namun, jangan sampai itu hanya
jargon belaka. Rakyat diminta mencintai produk dalam negeri sementara
para pejabat sendiri justru lebih suka menggunakan produk dari luar
negeri.
Jika
pejabat publik, yang seharusnya jadi panutan, justru lebih suka
menggunakan produk luar negeri, bagaimana bisa meminta masyarakat
mencintai produk negeri sendiri? Demikian pula produsen, jika mereka
sendiri lebih mencintai produk luar negeri, bagaimana mungkin
mengharapkan konsumen Indonesia mencintai produk buatan mereka?
Pemerintah
maupun asosiasi pengusaha, harus menerapkan standardisasi produk.
Sebelum produk dalam negeri dipasarkan, harus memenuhi standar kualitas
tertentu. Standar kualitas produk untuk pasar dalam negeri dengan produk
untuk ekspor haruslah sama. Artinya, mereka harus memberi nilai atau
penghargaan yang sama bagi konsumen di tanah air dengan konsumen di luar
negeri. Jangan karena hanya untuk kebutuhan lokal, lantas menganggap
remeh soal kualitas. Seolah-olah kualitas pas-pasan sudah cukup untuk
konsumen lokal. Hal ini merupakan sebuah kekeliruan yang sangat besar.
Apalagi
di era pasar bebas, produk dari berbagai belahan dunia sudah membanjiri
negeri kita sehingga konsumen memiliki banyak pilihan. Produsen
nasional harus bisa bersaing dengan menghasilkan produk berkualitas
bagus, inovatif, dan harga bersaing. Sehingga masyarakat tidak merasa
seolah-olah dipaksa membeli produk dalam negeri atau bahkan dianggap
“berdosa” karena tidak mencintai produk dalam negeri. Sebab, tak ada
yang mau dirugikan dengan membeli produk berkualitas rendah.
Demikian
pula para pegawai negeri sipil (PNS). Mereka juga manusia normal yang
memiliki selera sendiri. Tentu pemerintah tidak bisa memaksa mereka
melalui peraturan yang mewajibkan memakai produk dalam negeri.
Pemerintah harus bisa membuktikan bahwa produk dalam negeri, misalnya
produk A, B, C, dan seterusnya, memang memiliki kualitas sebanding
(atau bahkan lebih baik) dibanding produk serupa dari luar negeri.
Tetapi
pemerintah justru tidak memberikan teladan yang baik kepada rakyat ,
contohnya pada tahun 2008 diadakan acara buka puasa bersama di istana
negara . Sangat disayangkan sekali hampir semua menteri yang menghadiri
acara tersebut memakai sepatu produksi luar negeri. Ironis memang, di
tengah kampanye “cinta produk Indonesia” justru pejabat negara
memberikan contoh yang tidak baik.
Konsumen
Indonesia juga perlu dilibatkan atau diberi kesempatan ikut
berpartisipasi dalam menilai produk dalam negeri. Konsumen akan loyal
terhadap produk dalam negeri bila mereka merasa produk itu benar-benar
sesuai dengan kebutuhan mereka dari segi kualitas, harga, dan inovasi.
Supaya pasar kita yang sangat besar ini tidak justru lebih dinikmati
para produsen dari luar negeri.
Selain
itu pemerintah saat ini merasa sudah cukup puas dengan segala sesuatu
yang sudah kita milki, sehingga pemerintah tidak sigap dalam mematenkan
produk tersebut . Dengan sikap pemerintah yang seperti itu, dewasa ini
banyak sekali produk-produk dalam negeri yang tanpa kita sadari sudah
dipatenkan oleh negara lain. Alhasil produk-produk dalam negeri tersebut
menjadi milik negara lain .
Dengan
sikap pemerintah yang seperti itu sudah pasti rakyat sangatlah kecewa,
terkesan pemerintah tidak menjaga aset yang sudah lama dimiliki oleh
negara ini . Inilah salah satu sikap pemerintah yang justru bertentangan
dengan kampanye yang sudah di galakkan yaitu “lestarikan aset dalam
negeri” .
Rakyat
pun bingung dengan sikap pemerintah. Rakyat dihimbau untuk melestarikan
aset yang ada tetapi pemerintah tidak memberikan contoh yang sesuai
dengan apa yang di galakan. Bagaimana rakyat bisa menjalankan apa yang
digalakkan oleh pemerintah sedangkan pemerintah sendiri tidak
menunjukkan contoh yang riil kepada rakyat .
Dengan
sikap pemerintah yang kurang sigap, pasti akan memberikan dampak yang
buruk bagi negara kita. Antara lain menurunnya omset pengusaha dalam
negeri yang secara otomatis menurunkan devisa negara, kemudian hilangnya
aset negara karena pemerintah tidak tegas dalam hal mematenkan aset
yang telah dimiliki sehingga negara lain dengan mudah mengambilnya.
Dampak lainnya yaitu adanya ketergantungan dengan produk luar negeri,
berkurangnya kepercayaan masyarakat terhadap produk dalam negeri, hingga
jumlah pengangguran meningkat.
Masalah
ini bukan mutlak kesalahan pemerintah saja, tapi kita pun sebaiknya
introspeksi diri dalam hal ini. Masih banyak masyarakat yang gengsi
apabila harus membeli atau menggunakan produk dalam negeri. Karena
kebanyakan produk luar negeri mempunyai mutu yang lebih baik dari produk
dalam negeri sendiri.
Meskipun
sikap pemerintah terkesan plin-plan, rakyat justru harus mempunyai
kesadaran sendiri untuk melestarikan aset yang sudah ada. Mungkin dengan
sikap rakyat seperti itu pemerintah dapat bercermin pada sikap
rakyatnya sendiri.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
Masyarakat
lebih memilih produk luar negeri dari pada produk dalam negeri karena
kurangnya mutu produk dalam negeri dibandingkan dengan produk impor. Hal
ini disebabkan oleh kualitas masyarakat yang rendah karena kurangnya
kemauan belajar, belum maksimalnya akses informasi dari masyarakat di
pedalaman, hingga sarana belajar yang kurang memenuhi standar misalnya
kondisi sekolah dan kelengkapannya yang tidak layak pakai. Yang tidak
boleh dilupakan juga adalah asupan gizi masyarakatnya yang jauh dari
pemenuhannya. Penyebab lainnya adalah belum maksimalnya penerapan sebuah
teknologi dalam proses produksi. Kebanyakan masyarakat hanya
mengandalkan pengalaman saja tanpa diiringi penguasaan konsep dan
teknologi yang membuat tidak maksimalnya proses produksi. Permasalahan
selanjutnya adalah dari aspek finansial yang turut mempersulit keadaan
pelaku usaha tanah air.
Masyarakat
juga dinilai kurang bangga untuk menggunakan barang buatan anak negeri.
Mereka beralasan bahwa dengan menggunakan produk luar negeri akan
membuat mereka terlihat lebih elit, berkelas serta memiliki gengsi
tersendiri. Selain itu, mereka juga menganggap bahwa produk dalam negeri
memiliki kualitas yang tidak sebanding dengan harga yang dipatok oleh
produsen.
Peran
pemerintah terhadap produk dalam negeri pastilah sangat penting.
Pemerintah wajib menghimbau masyarakat agar mencintai produksi dalam
negeri, dengan himbauan tersebut secara tidak langsung dapat
mempengaruhi omset pengusaha dalam negeri yang juga dapat meningkatkan
devisa negara.
Namun
dewasa ini pemerintah tidak konsisten dengan himbauan yang telah
dikeluarkan. Hal ini terlihat dari sikap pejabat pemerintahan yang
justru lebih senang memakai produk luar negeri, sehingga secara otomatis
rakyat akan tak acuh dengan himbauan tersebut. Alhasil produksi dalam
negeri menurun dan secara langsung devisa dalam negeri pun menurun.
Selain itu, pemerintah sangat tidak sigap dalam hal mematenkan produk
dalam negeri. Sikap tersebut mmbuat rakyat menjadi kecewa karena
seolah-olah tidak ada dukungan untuk mencintai dan melestarikan produk
dalam negeri.
3.1 Saran
Beberapa saran yang dapat kami berikan adalah:
Bagi pemerintah,
· Pemerintah
adalah panutan rakyat, jika pemerintah meminta sesuatu kepada rakyat
untuk menjalankannya seharusnya pemerintah pun telah melaksanakannya
· Pemerintah hrus sigap dalam mematenkan produk-produk lokal sehingga tidak ‘diserobot’ negara lain
Bagi produsen lokal,
· Produsen
lokal hendaknya tidak ‘menganaktirikan’ konsumen dalam negeri dengan
cara hanya menjual barang-barang berkualitas rendah
· Produsen lokal juga harus jeli melihat pasar, jangan menetapkan harga yang tidak sesuai dengan mutu produk yang dihasilkannya
Bagi masyarakat,
· Tidak selayaknya masyarakat berfikiran bahwa produksi dalam negeri kalah saing dengan produk impor
· Kebanggan
menggunakan produk dalam negeri sekecil apapun itu merupakan
implementasi rasa cinta tanah air. Maka berbanggalah ketika menggunakan
produk dalam negeri
· Mari
kita mulai mencintai produk dalam negeri sekecil apapun itu karena
langkah-langkah kecil itulah yang nantinya akan menjadi langkah besar
DAFTAR PUSTAKA
Adil rangkuti, Parlaungan.2007.Membangun Kesadaran Bela Negara.Bogor:IPB Press.
[Anonim].2009. Adakah yang cinta dengan produk dalam negeri [terhubung berkala] http://frestialdi.wordpress.com/2009/03/16/adakah-yang-cinta-dengan-produk-dalam-negeri/ [27 Februari 2010]
[Anonim].2009. Bangga produk dalam negeri [terhubung berkala] http://fhoto6666.blogspot.com/2009/10/bangga-produk-dalam-negeri.html [27 Februari 2010]
[Anonim].2009.Cinta produk dalam negeri[terhubung berkala]http://mekanika7.blogspot.com/2009/10/esai-cinta-produk-dalam-negeri_07.html[27 Februari 2010]
[Anonim].2009.Dampak tidak cinta pada produk dalam negeri[terhubung berkala] http://bagusweda.wordpress.com/2008/11/25/aku-cinta-produk-dalam-negeri/ [27 Februari 2010]
[Anonim].2009. Mencintai produk luar negeri [terhubung berkala] http://eddymesakh.wordpress.com/2009/02/17/mencintai-produk-luar-negeri/ [27 Februari 2010]
[Anonim].2009. Orang kaya paling suka produk luar negeri? [terhubung berkala] http://aribicara.blogdetik.com/index.php/2009/01/29/orang-kaya-paling-banyak-suka-produk-luar-negeri/ [27 Februari 2010]
[Anonim].2009.Peran pemerintah[terhubung berkala] http://faridrifai.multiply.com/journal/item/6 [27 Februari 2010]