1.
PENGERTIAN
Istilah perikatan berasal dari kata belanda (overeenkomst) yaitu Perjanjian atau, persetujuan, dan kontrak. Mengenai perjanjian diatur dalam Buku III Bab II KUH Perdata dengan judul tentang perikatan-perikatan yang lahir dari kontrak atau perjanjian. Menurut Pasal 1313 KUH Perdata “suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.”
Istilah perikatan berasal dari kata belanda (overeenkomst) yaitu Perjanjian atau, persetujuan, dan kontrak. Mengenai perjanjian diatur dalam Buku III Bab II KUH Perdata dengan judul tentang perikatan-perikatan yang lahir dari kontrak atau perjanjian. Menurut Pasal 1313 KUH Perdata “suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.”
Suatu perikatan atau perjanjian adalah ersetujuan atau kesesuaian pendapat diantara dua pihak atau lebih untuk melakukan suatu perbuatan hukum yang menyangkut dengan harta kekayaan. maka dapatlah dipahami bahwa perjanjian merupakan perbuatan hukum yang dilakukan oleh subjek hukum, yang dapat menimbulkan akibat hukum. Hal tersebut tidak timbul dengan sendirinya, tetapi karena adanya tindakan hukum dari subjek hukum sebagai pendukung hak dan kewajibannya.
2. DASAR HUKUM PERIKATAN
Dasar hukum perikatan berdasarkan KUHP perdata terdapat tiga sumber adalah sebagai berikut :
1. Perikatan yang timbul dari persetujuan (perjanjian).
2. Perikatan yang timbul undang-undang.
Perikatan yang timbul dari undang-undang dapat dibagi menjadi dua, yaitu :
a. Perikatan terjadi karena undang-undang semata
b. Perikatan terjadi karena undang-undang akibat perbuatan manusia
3. Perikatan terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad) dan perwakilan sukarela (zaakwarneming).
3. AZAS-AZAS HUKUM PERIKATAN
diatur dalam Buku III KUH Perdata, yakni :
- Azas Kebebasan Berkontrak
Dalam Pasal 1338 KUH Perdata yang menyebutkan bahwa segala sesuatu perjanjian yang dibuat adalah sah bagi para pihak yang membuatnya dan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
Dengan demikian, cara ini dikatakan ‘sistem terbuka’, artinya bahwa dalam membuat perjanjian ini para pihak diperkenankan untuk menentukan isi dari perjanjiannya dan sebagai undang-undang bagi mereka sendiri, dengan pembatasan perjanjian yang dibuat tidak boleh bertentangan dengan ketentuan undang-undang, ketertiban umum, dan norma kesusilaan.
- Azas Konsensualisme
Azas ini berarti, bahwa perjanjian itu lahir pada saat tercapainya kata sepakat antara pihak mengenai hal-hal yang pokok dan tidak memerlukan sesuatu formalitas.
Dalam Pasal 1320 KUH Perdata, untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat adalah kata sepakat antara para pihak yang mengikatkan diri, yaitu :
•Kata sepakat antara para pihak yang mengikatkan diri
•Cakap untuk membuat suatu perjanjian
•Mengenai suatu hal tertentu
Suatu sebab yang halal
-Asas Personalia
Azas ini juga di atur dalam pasal 1315 KUH Perdata berbunyi” pada umumnya setiap orang pun dapat mengikat dirinya atas nama sendiri atau memintak di tetapkannya perjanjiaan antara dirinnya sendiri.
4. WANPRESTASI DAN AKIBATNYA
Wanprestasi adalah kelalaian salah satu pihak yang terlibat dalam suatu perjanjian.Wanprestasi tidak lain dari tindakan atau perbuatan tidak memenuhi prestasi.
Hukuman atau akibat-akibat yang tidak enak bagi debitur yang lalai ada empat macam, yaitu :
- Membayar kerugian yang didenda oleh kreditur dengan singkat dinamakan ganti rugi
- Pembatalan perjanjian atau juga dinamakan pemecahan perjanjian.
- Pilihan resiko
- Membayar biaya perkara, kalau sampai diperkarakan didepan hukum
5. HAPUSNYA PERIKATAN
Ada beberapa cara penghapusan suatu perikatan adalah sebagai berikut :
- Pembayaran merupakan setiap pemenuhan perjanjian sukarela
- Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan
- Pembaharuan utang
- Penjumpaan uang atau kompensasi.
- Pencampuran utang/novasi terdiri dari novasi obyektif aktif dan novasi subyektif pasif
- Pembebasan utang.
- Musnahnya barang yang terutang tetapi diluar kesalahan debitur.
Debitur yang menguasai dengan iktikad jeleknya mencuri, maka musnahnya barang tidak membebaskan debitur untuk menganti barang yang musnah atau hilang (Pasal 1444 dan 1445)
- Batal/pembatalan. Pasal 1466 tertulis batal demi hukum tetapi artinya dapat dibatalkan/atau batal demi hukum
- Berlakunya suatu syarat batal
- Lewat waktu. Perikatan itu bisa dihapus jika memenuhi kriteria – kriteria sesuai dengan pasal 1381 KUH Perdata
2. HUKUM PERJANJIAN
A. Pengertian
Perjanjian.
Untuk mengetahui apa
yang dimaksud dengan perjanjian, kita melihat pasal 1313 KUHPdt. Menurut
ketentuan pasal ini, perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang
atau lebih lainnya”. Ketentua pasal ini sebenarnya kurang begitu memuaskan,
karena ada beberapa kelemahan. Kelemahan- kelemahan itu adalah seperti
diuraikan di bawah ini:
a) Hanya menyangkut sepihak saja, hal ini diketahui dari perumusan, “satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya”.
b) Kata perbuatan mencakup juga tanpa consensus
c) Pengertian perjanjian terlalu luas
d) Tanpa menyebut tujuan
e) Ada bentuk tertentu, lisan dan tulisan
f) Ada syarat- syarat tertentu sebagai isi perjanjian, seperti disebutkan di bawah ini:
1. syarat ada persetuuan kehendak
2. syarat kecakapan pihak- pihak
3. ada hal tertentu
4. ada kausa yang halal
B. STANDAR KONTRAK DALAM HUKUM PERJANJIAN.
Istilah perjanjian baku berasal dari terjemahan dari bahasa Inggris, yaitu standard contract. Standar kontrak merupakan perjanjian yang telah ditentukan dan dituangkan dalam bentuk formulir. Kontrak ini telah ditentukan secara sepihak oleh salah satu pihak, terutama pihak ekonomi kuat terhadap ekonomi lemah.
a) Hanya menyangkut sepihak saja, hal ini diketahui dari perumusan, “satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya”.
b) Kata perbuatan mencakup juga tanpa consensus
c) Pengertian perjanjian terlalu luas
d) Tanpa menyebut tujuan
e) Ada bentuk tertentu, lisan dan tulisan
f) Ada syarat- syarat tertentu sebagai isi perjanjian, seperti disebutkan di bawah ini:
1. syarat ada persetuuan kehendak
2. syarat kecakapan pihak- pihak
3. ada hal tertentu
4. ada kausa yang halal
B. STANDAR KONTRAK DALAM HUKUM PERJANJIAN.
Istilah perjanjian baku berasal dari terjemahan dari bahasa Inggris, yaitu standard contract. Standar kontrak merupakan perjanjian yang telah ditentukan dan dituangkan dalam bentuk formulir. Kontrak ini telah ditentukan secara sepihak oleh salah satu pihak, terutama pihak ekonomi kuat terhadap ekonomi lemah.
Kontrak baku menurut Munir Fuadi adalah : Suatu kontrak tertulis yang
dibuat oleh hanya salah satu pihak dalam kontrak tersebut, bahkan seringkali
tersebut sudah tercetak (boilerplate) dalam bentuk-bentuk formulir tertentu
oleh salah satu pihak, yang dalam hal ini ketika kontrak tersebut
ditandatangani umumnya para pihak hanya mengisikan data-data informatif
tertentu saja dengan sedikit atau tanpa perubahan dalam klausul-klausulnya
dimana para pihak lain dalam kontrak tersebut tidak mempunyai kesempatan atau
hanya sedikit kesempatan untuk menegosiasi atau mengubah klausul-kalusul yang
sudah dibuat oleh salah satu pihak tersebut, sehingga biasanya kontrak baku
sangat berat sebelah.
Sedangkan menurut Pareto, suatu transaksi atau
aturan adalah sah jika membuat keadaan seseorang menjadi lebih baik dengan
tidak seorangpun dibuat menjadi lebih buruk, sedangkan menurut ukuran
Kaldor-Hicks, suatu transaksi atau aturan sah itu adalah efisien jika
memberikan akibat bagi suatu keuntungan sosial. Maksudnya adalah membuat keadan
seseorang menjadi lebih baik atau mengganti kerugian dalam keadaan yang
memeprburuk.
Menurut Treitel,
“freedom of contract” digunakan untuk merujuk kepada dua asas umum (general
principle). Asas umum yang pertama mengemukakan bahwa “hukum tidak membatasi
syarat-syarat yang boleh diperjanjikan oleh para pihak: asas tersebut tidak
membebaskan berlakunya syarat-syarat suatu perjanjian hanya karena
syarat-syarat perjanjian tersebut kejam atau tidak adil bagi satu pihak. Jadi
ruang lingkup asas kebebasan berkontrak meliputi kebebasan para pihak untuk
menentukan sendiri isi perjanjian yang ingin mereka buat, dan yang kedua bahwa
pada umumnya seseorang menurut hukum tidak dapat dipaksa untuk memasuki suatu
perjnjian.
Intinya adalah bahwa kebebasan berkontrak
meliputi kebebasan bagi para pihak untuk menentukan dengan siapa dia ingin atau
tidak ingin membuat perjanjian. Tanpa sepakat dari salah satu pihak yang
membuat perjanjian, maka perjanjian yang dibuat tidak sah. Orang tidak dapat
dipaksa untuk memberikan sepakatnya. Sepakat yang diberikan dengan dipaksa
adalah contradictio in terminis. Adanya paksaan menunjukkan tidak adanya
sepakat. Yang mungkin dilakukan oleh pihak lain adalah untuk memberikan pihak
kepadanya, yaitu untuk setuju mengikatkan diri pada perjanjian yang dimaksud
atau menolak mengikatkan diri pada perjanjian yang dimaksud. Dengan akibat
transasksi yang diinginkan tidak dapat dilangsungkan. Inilah yang terjadi
dengan berlakunya perjanjian baku di dunia bisnis pada saat ini.
Namun kebebasan berkontrak diatas tidak dapat berlaku mutlak tanpa batas.
Artinya kebebasan berkontrak tidak tak terbatas.
Dalam melihat
pembatasan kebebasan berkontrak terhadap kebolehan pelaksanaan kontrak baku
terdapat dua pendapat yang dikemukaan oleh Treitel yaitu terdapat dua
pembatasan. Yang pertama adalah pembatasan yang dilakukan untuk menekan
penyalahgunaan yang disebabkan oleh karena berlakunya asas kebebasan
berkontrak. Misalnya diberlakukannya exemption clauses (kalusul eksemsi) dalam
perjanjian-perjanjian baku. Yang kedua pembatasan kebebasan berkontrak karena
alasan demi kepentingan umum (public interest).
Dari keterangan diatas
dapat di ketahui bahwa tidak ada kebebasan berkontrak yang mutlak. Pemerintah
dapat mengatur atau melarang suatu kontrak yang dapat berakibat buruk terhadap
atau merugikan kepentingan masyarakat. Pembatasan-pembatasan terhadap asas
kebebasan berkontrak yang selama ini dikenal dan diakui oleh hukum kontrak
sebagaimana telah diterangkan diatas ternyata telah bertambah dengan
pembatasan-pembatasan baru yang sebelumnya tidak dikenal oleh hukum perjanjian
yaitu pembatasan-pembatasan yang datangnya dari pihak pengadilan dalam rangka
pelaksanaan fungsinya selaku pembuat hukum, dari pihak pembuat peraturan
perundang-undangan (legislature) terutama dari pihak pemerintah, dan dari
diperkenalkan dan diberlakukannya perjanjian adhesi atau perjanjian baku yang
timbul dari kebutuhan bisnis.
Di Indonesia kita
ketahui pula ada dijumpai tindakan negara yang merupakan campur tangan terhadap
isi perjanjian yang dibuat oleh para pihak. Sebagai contoh yang paling dikenal
adalah yang menyangkut hubungan antara buruh dan majikan/pengusaha.
Tetapi tidak semua tingkat peraturan perundang-undangan dapat membatasi asas kebebasn berkontrak, namun hanya UU atau Perpu atau peraturan perundan-undagan yang lebih tinggi saja yang memepunyai kekuatan hukum untuk emmbatsai bekerjanya asas kebebasan berkontrak.
Tetapi tidak semua tingkat peraturan perundang-undangan dapat membatasi asas kebebasn berkontrak, namun hanya UU atau Perpu atau peraturan perundan-undagan yang lebih tinggi saja yang memepunyai kekuatan hukum untuk emmbatsai bekerjanya asas kebebasan berkontrak.
Bila dikaitkan dengan peraturan yang dikeluarkan yang berkaitan dengan kontrak
baku atau perjanjian standar yang merupakan pembolehan terhadap praktek kontrak
baku, maka terdapat landasan hukum dari berlakunya perjanjian baku yang
dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia, yaitu :
1. Pasal 6.5. 1.2. dan Pasal 6.5.1.3. NBW Belanda
Isi ketentuan itu adalah sebagai berikut :
Bidang-bidang usaha untuk mana aturan baku diperlukan ditentukan dengan peraturan.
Aturan baku dapat ditetapkan, diubah dan dicabut jika disetujui oleh Menteri kehakiman, melalui sebuah panitian yasng ditentukan untuk itu. Cara menyusun dan cara bekerja panitia diatur dengan Undang-undang.
Isi ketentuan itu adalah sebagai berikut :
Bidang-bidang usaha untuk mana aturan baku diperlukan ditentukan dengan peraturan.
Aturan baku dapat ditetapkan, diubah dan dicabut jika disetujui oleh Menteri kehakiman, melalui sebuah panitian yasng ditentukan untuk itu. Cara menyusun dan cara bekerja panitia diatur dengan Undang-undang.
Penetapan, perubahan, dan pencabutan aturan baku hanya mempunyai kekuatan,
setelah ada persetujuan raja dan keputusan raja mengenai hal itu dalam Berita
Negara.
Seseorang yang menandatangani atau dengan cara lain mengetahui isi janji baku atau menerima penunjukkan terhadap syarat umum, terikat kepada janji itu.
Janji baku dapat dibatalkan, jika pihak kreditoir mengetahui atau seharunya mengetahui pihak kreditur tidak akan menerima perjanjian baku itu jika ia mengetahui isinya.
2. Pasal 2.19 sampai dengan pasal 2.22 prinsip UNIDROIT (Principles of International Comercial Contract).
Seseorang yang menandatangani atau dengan cara lain mengetahui isi janji baku atau menerima penunjukkan terhadap syarat umum, terikat kepada janji itu.
Janji baku dapat dibatalkan, jika pihak kreditoir mengetahui atau seharunya mengetahui pihak kreditur tidak akan menerima perjanjian baku itu jika ia mengetahui isinya.
2. Pasal 2.19 sampai dengan pasal 2.22 prinsip UNIDROIT (Principles of International Comercial Contract).
Prinsip UNIDROIT merupakan prinsip hukum yang mengatur hak dan kewajiban para
pihak pada saat mereka menerapkan prinsip kebebasan berkontrak karena prinsip
kebebasan berkontrak jika tidak diatur bisa membahayakan pihak yang lemah.
Pasal 2.19 Prinsip UNIDROIT menentukan sebagai berikut :
Apabila salah satu pihak atau kedua belah pihak menggunakan syarat-syarat baku, maka berlaku aturan-aturan umum tentang pembentukan kontrak dengan tunduk pada pasal 2.20 – pasal 2.22.
Apabila salah satu pihak atau kedua belah pihak menggunakan syarat-syarat baku, maka berlaku aturan-aturan umum tentang pembentukan kontrak dengan tunduk pada pasal 2.20 – pasal 2.22.
Syarat-syarat baku merupakan aturan yang telah dipersiapkan terlebih dahulu
untuk digunakan secara umum dan berulang-ulang oleh salah satu pihak dan secara
nyata digunakan tanpa negosiasi dengan pihak lainnya.
Ketentuan ini mengatur tentang :
a. Tunduknya salah satu pihak terhadap kontrak baku
b. Pengertian kontrak baku.
3. Pasal 2.20 Prinsip UNIDROIT menentukan sebagai berikut :
Ketentuan ini mengatur tentang :
a. Tunduknya salah satu pihak terhadap kontrak baku
b. Pengertian kontrak baku.
3. Pasal 2.20 Prinsip UNIDROIT menentukan sebagai berikut :
Suatu persyaratan dalam persyaratan-persyaratan standar yang tidak dapat secara
layak diharapkan oleh suatu pihak, dinyatakan tidak berlaku kecuali pihak
tersebut secara tegas menerimanya.
Untuk menentukan apakah suatu persyaratan memenuhi ciri seperti tersebut diatas akan bergantung pada isi bahasa, dan penyajiannya.
Untuk menentukan apakah suatu persyaratan memenuhi ciri seperti tersebut diatas akan bergantung pada isi bahasa, dan penyajiannya.
4. Pasal 2.21 berbunyi :dalam hal timbul suatu pertentangan antara
persyaratan-persyaratan standar dan tidak standar, persyaratan yang disebut
terakhir dinyatakan berlaku.
5. Pasal 2.22
Jika kedua belah pihak menggunakan persyaratan-persyaratan standar dan mencapai kesepakatan, kecuali untuk beberapa persyaratan tertentu, suatu kontrak disimpulkan berdasarkan perjanjian-perjanjian yang telah disepakati dan persyaratan-persyaratan standar yang memiliki kesamaan dalam substansi, kecuali suatu pihak sebelumnya telah menyatakan jelas atau kemudian tanpa penundaan untuk memberitahukannya kepada pihak lain, bahwa hal tersebut tidak dimaksudkan untuk terikat dengan kontrak tersebut.
6. UU No 10 Tahun 1988 tentang Perubahan UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
7. UU No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.
Jika kedua belah pihak menggunakan persyaratan-persyaratan standar dan mencapai kesepakatan, kecuali untuk beberapa persyaratan tertentu, suatu kontrak disimpulkan berdasarkan perjanjian-perjanjian yang telah disepakati dan persyaratan-persyaratan standar yang memiliki kesamaan dalam substansi, kecuali suatu pihak sebelumnya telah menyatakan jelas atau kemudian tanpa penundaan untuk memberitahukannya kepada pihak lain, bahwa hal tersebut tidak dimaksudkan untuk terikat dengan kontrak tersebut.
6. UU No 10 Tahun 1988 tentang Perubahan UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
7. UU No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.
Dengan telah
dikeluarkannya peraturan-peraturan tersebut diatas menunjukkan bahwa pada
intinya kontrak baku merupakan jenis kontrak yang diperbolehkan dan dibenarkan
untuk dilaksanakan oleh kedua belah pihak karena pada dasarnya dasar hukum
pelaksanaan kontrak baku dibuat untuk melindungi pelaksanaan asas kebebasan
berkontrak yang berlebihan dan untuk kepentingan umum sehingga perjanjian
kontrak baku berlaku dan mengikat kedua belah pihak yang membuatnya.
C. Asas- asas Perjanjian
Dalam hukum perjanjian dapat dijumpai beberapa asas penting yang perlu diketahui. Asas- asas tersebut adalah seperti diuraikan dibawah ini:
1) system terbuka (open system), setiap orang boleh mengadakan perjanjian apa saja, walaupun belum atau tidak diatur dalam Undang-undang. Sering disebut asas kebebasan bertindak.
2) Bersifat perlengkapan (optional), artinya pasal-pasal undang-undang boleh disingkirkan, apabila pihak yang membuat perjanjian menghendaki membuat perjanjian sendiri.
3) Bersifat konsensual, artinya perjanjian itu terjadi sejak adanya kata sepakat antara pihak-pihak.
4) Bersifat obligatoir, artinya perjanjian yang dibuat oleh pihak- pihak itu baru dalam taraf menimbulkan hak dan kewajiban saja, belum memindahkan hak milik.
D.Jenis –jenis
Perjanjian
1) Perjanjian timbale balik dan perjanjian sepihak, perjanjian sepihak adalah perjanjian yang memberikan kewajibannya kepada satu pihak dan hak kepada satu pihak dan hak kepada pihak lainnya, misalkan hibah.
2) Perjanjian percuma dan perjanjian dengan alas hak yang membebani
3) Perjanjian bernama dan tidak bernama
4) Perjanjiankebendaan dan perjanjian obligatoir
5) Perjanjian konsensual dan perjanjian real
1) Perjanjian timbale balik dan perjanjian sepihak, perjanjian sepihak adalah perjanjian yang memberikan kewajibannya kepada satu pihak dan hak kepada satu pihak dan hak kepada pihak lainnya, misalkan hibah.
2) Perjanjian percuma dan perjanjian dengan alas hak yang membebani
3) Perjanjian bernama dan tidak bernama
4) Perjanjiankebendaan dan perjanjian obligatoir
5) Perjanjian konsensual dan perjanjian real
E. Syarat- syarat sah
Perjanjian
Perjanjian yang sah artinya perjanjian yang memenuhi syarat yang telah
ditentukan oleh undang- undang, sehingga ia diakui oleh hukum (legally
concluded contract). Menurut ketentuan pasal 1320 KUHPdt, syarat- syarat sah
perjanjian adalah sebagai berikut:
1) Ada persetujuan kehendak antara pihak- pihak yang membuat perjanjian (consensus)
2) Ada kecakapan pihak- pihak untuk membuat perjanjian (capacity)
3) Ada suatu hal tertentu (a certain subject matter)
4) Ada suatu sebab yang halal (legal cause)
1) Ada persetujuan kehendak antara pihak- pihak yang membuat perjanjian (consensus)
2) Ada kecakapan pihak- pihak untuk membuat perjanjian (capacity)
3) Ada suatu hal tertentu (a certain subject matter)
4) Ada suatu sebab yang halal (legal cause)
Akibat Hukum Perjanjian
yang Sah
Menurut ketentuan pasal 1338 KUHPdt, perjanjian yang dibuat secara sah, yaitu memenuhi syarat- syarat pasal 1320 KUHPdt berlaku sebagai undang- undang bagi mereka yang membuatnya, tidak dapat ditarik kembali tanpa persetujuan kedua belah pihak atau karena alasan- alasan yang cukup menurut undang- undang, dan harus dilaksanakan dengan itikad baik.
Menurut ketentuan pasal 1338 KUHPdt, perjanjian yang dibuat secara sah, yaitu memenuhi syarat- syarat pasal 1320 KUHPdt berlaku sebagai undang- undang bagi mereka yang membuatnya, tidak dapat ditarik kembali tanpa persetujuan kedua belah pihak atau karena alasan- alasan yang cukup menurut undang- undang, dan harus dilaksanakan dengan itikad baik.
F. Pelaksanaan
Perjanjian
Yang dimaksud dengan pelaksanaan disini adalah realisasi atau pemenuhan hak dan kewajiban yang telah diperjanjikan oleh pihak- pihak supaya perjanjian itu mencapai tujuannya. Pelaksanaan perjanjian pada dasarnya menyangkut soal pembayaran dan penyerahan barang yang menjadi objek utama perjanjian. Pembayaran dan penyerahan barang dapat terjadi secara serentak.
Yang dimaksud dengan pelaksanaan disini adalah realisasi atau pemenuhan hak dan kewajiban yang telah diperjanjikan oleh pihak- pihak supaya perjanjian itu mencapai tujuannya. Pelaksanaan perjanjian pada dasarnya menyangkut soal pembayaran dan penyerahan barang yang menjadi objek utama perjanjian. Pembayaran dan penyerahan barang dapat terjadi secara serentak.
Mungkin pembayaran
lebih dahulu disusul dengan penyerahan barang atau sebaliknya penyerahan barang
dulu baru kemudian pembayaran.
Pembayaran
1) Pihak yang melakukan pembayaran pada dasarnya adalah debitur yang menjadi pihak dalam perjanjian
2) Alat bayar yang digunakan pada umumnya adalah uang
3) Tempat pembayaran dilakukan sesuai dalam perjanjian
4) Media pembayaran yang digunakan
5) Biaya penyelenggaran pembayaran
Pembayaran
1) Pihak yang melakukan pembayaran pada dasarnya adalah debitur yang menjadi pihak dalam perjanjian
2) Alat bayar yang digunakan pada umumnya adalah uang
3) Tempat pembayaran dilakukan sesuai dalam perjanjian
4) Media pembayaran yang digunakan
5) Biaya penyelenggaran pembayaran
Penyerahan Barang
Yang dimaksud dengan lavering atau transfer of ownership adalah penyerahan suatu barang oleh pemilik atau atas namanya kepada orang lain, sehingga orang lain ini memperoleh hak milik atas barang tersebut. Syarat- syarat penyerahan barang atau lavering adalah sebagai berikut:
1) Harus ada perjanjian yang bersifat kebendaan
2) Harus ada alas hak (title), dalam hal ini ada dua teori yang sering digunakan yaitu teori kausal dan teori abstrak
3) Dilakukan orang yang berwenang mengusai benda
4) Penyerahan harus nyata (feitelijk)
Yang dimaksud dengan lavering atau transfer of ownership adalah penyerahan suatu barang oleh pemilik atau atas namanya kepada orang lain, sehingga orang lain ini memperoleh hak milik atas barang tersebut. Syarat- syarat penyerahan barang atau lavering adalah sebagai berikut:
1) Harus ada perjanjian yang bersifat kebendaan
2) Harus ada alas hak (title), dalam hal ini ada dua teori yang sering digunakan yaitu teori kausal dan teori abstrak
3) Dilakukan orang yang berwenang mengusai benda
4) Penyerahan harus nyata (feitelijk)
Macam- macam Penyerahan Barang
Berdasarkan sifat barang yang akan diserahkan, ada tiga cara penyerahan barang yang dikenal dalam undang- undang:
1) Penyerahan barang bergerak berwujud
2) Penyerahan barang tidak bergerak
3) Penyerahan barang bergerak tidak berwujud
Berdasarkan sifat barang yang akan diserahkan, ada tiga cara penyerahan barang yang dikenal dalam undang- undang:
1) Penyerahan barang bergerak berwujud
2) Penyerahan barang tidak bergerak
3) Penyerahan barang bergerak tidak berwujud
Biaya Penyerahan
Menurut ketentuan pasal 1476 KUHPdt, biaya penyerahan dipikul oleh penjual, sedangkan biaya pengambilan dipikul oleh pembeli, jika tidak diperjanjikan sebaliknya. Ini berarti jika pihak- pihak tidak menentukan lain, berlakulah ketentuan pasal ini. Tetapi jika pihak- pihak menentukan cara tersendiri, maka ada beberapa kemungkinannya, misalnya:
1) Semua biaya penyerahan dan pengambilan dipikul oleh pembeli
2) Semua biaya penyerahan dan pengambilan dipikul oleh penjual
3) Semua biaya penyerahan dan pengambilan dipikul bersama- sama olehkedua belah pihak, baik secara dibagi, maupun secara perimbangan.
Menurut ketentuan pasal 1476 KUHPdt, biaya penyerahan dipikul oleh penjual, sedangkan biaya pengambilan dipikul oleh pembeli, jika tidak diperjanjikan sebaliknya. Ini berarti jika pihak- pihak tidak menentukan lain, berlakulah ketentuan pasal ini. Tetapi jika pihak- pihak menentukan cara tersendiri, maka ada beberapa kemungkinannya, misalnya:
1) Semua biaya penyerahan dan pengambilan dipikul oleh pembeli
2) Semua biaya penyerahan dan pengambilan dipikul oleh penjual
3) Semua biaya penyerahan dan pengambilan dipikul bersama- sama olehkedua belah pihak, baik secara dibagi, maupun secara perimbangan.
Penafsiran dalam Pelaksanaan Perjanjian
Dalam suatu perjanjian, pihak- pihak telah menetapkan apa- apa yang telah disepakati. Apabila yang telah disepakati itu sudah jelas menurut kata- katanya, sehingga tidak mungkin menimbulkan keraguan- keraguan lagi, tidak diperkenankan memberikan pengewrtian lain. Dengan kata laintidak boleh ditafsirkan lain (pasal 1342 KUHPdt). Adapun pedoman untuk melakukan penafsiran dalam pelaksanaan perjanjian, undang- undang memberikan ketentuan- ketentuan sebagai berikut:
1) Maksud pihak- pihak
2) Memungkinkan janji itu dilaksanakan
3) Kebiasaan setempat
4) Dalam hubungan perjanjian keseluruhan
5) Penjelasan dengan menyebutkan contoh
6) Tafsiran berdasarkan akal sehat
Dalam suatu perjanjian, pihak- pihak telah menetapkan apa- apa yang telah disepakati. Apabila yang telah disepakati itu sudah jelas menurut kata- katanya, sehingga tidak mungkin menimbulkan keraguan- keraguan lagi, tidak diperkenankan memberikan pengewrtian lain. Dengan kata laintidak boleh ditafsirkan lain (pasal 1342 KUHPdt). Adapun pedoman untuk melakukan penafsiran dalam pelaksanaan perjanjian, undang- undang memberikan ketentuan- ketentuan sebagai berikut:
1) Maksud pihak- pihak
2) Memungkinkan janji itu dilaksanakan
3) Kebiasaan setempat
4) Dalam hubungan perjanjian keseluruhan
5) Penjelasan dengan menyebutkan contoh
6) Tafsiran berdasarkan akal sehat
Factor- factor yang mempengaruhi perjanjian
Beberapa perjanjian yang kelihatannya berlaku secara sempurna, tetapi mungkin seluruh atau sebagiannya tidak berdaya guna disebabkan oleh suatu cacat ketika perjanjian itu dibuat.
Beberapa perjanjian yang kelihatannya berlaku secara sempurna, tetapi mungkin seluruh atau sebagiannya tidak berdaya guna disebabkan oleh suatu cacat ketika perjanjian itu dibuat.
Factor- factor yang mempengaruhi itu adalah:
1) Kekeliruan atau kekhilafan
2) Perbuatan curang atau penipuan
3) Paksaan atau duress
4) Ketidakcakapan, seperti misalnya; orang yang belum dewasa, mereka yang ditaruh di dalam pengampuan, dan orang peempuan bersuami.
1) Kekeliruan atau kekhilafan
2) Perbuatan curang atau penipuan
3) Paksaan atau duress
4) Ketidakcakapan, seperti misalnya; orang yang belum dewasa, mereka yang ditaruh di dalam pengampuan, dan orang peempuan bersuami.
Isi Perjanjian
Yang dimaksud isi perjanjian disini pada dasarnya adalah ketentuan- ketentuan dan syarat- syarat yang telah diperjanjikan oleh pihak- pihak. Ketentuan- ketentuan dan syarat- syarat ini berisi hak dan kewajiban pihak- pihak yang harus mereka penuhi. Dalam hal ini tercermin asas “kebebasan berkontrak”, yaitu berapa jauh pihak- pihak dapat mengadakan perjanjian, hubungan –hubungan apa yang terjadi antara mereka itu, dan beberapa jauh hukum mengatur hubungan antara mereka itu.
Yang dimaksud isi perjanjian disini pada dasarnya adalah ketentuan- ketentuan dan syarat- syarat yang telah diperjanjikan oleh pihak- pihak. Ketentuan- ketentuan dan syarat- syarat ini berisi hak dan kewajiban pihak- pihak yang harus mereka penuhi. Dalam hal ini tercermin asas “kebebasan berkontrak”, yaitu berapa jauh pihak- pihak dapat mengadakan perjanjian, hubungan –hubungan apa yang terjadi antara mereka itu, dan beberapa jauh hukum mengatur hubungan antara mereka itu.
G .Pembatalan
Perjanjian
Pengertian pembatalan dalam uraian ini mengandung dua macam kemungkinan alasan, yaitu pembatalan karena tidak memenuhi syarat subyektif, dan pembatalan karena adanya wanprestasi dari debitur.
Pembatalan dapat dilakukan dengan tiga syarat yakni:
1) Perjanjian harus bersifat timbale balik (bilateral)
2) Harus ada wanprestasi (breach of contract)
3) Harus dengan putusan hakim (verdict).
Pengertian pembatalan dalam uraian ini mengandung dua macam kemungkinan alasan, yaitu pembatalan karena tidak memenuhi syarat subyektif, dan pembatalan karena adanya wanprestasi dari debitur.
Pembatalan dapat dilakukan dengan tiga syarat yakni:
1) Perjanjian harus bersifat timbale balik (bilateral)
2) Harus ada wanprestasi (breach of contract)
3) Harus dengan putusan hakim (verdict).
3.
HUKUM DAGANG
1. Hubungan
Hukum Perdata dan Hukum Dagang
Hukum
Perdata adalah ketentuan yang mengatur hak-hak dan kepentingan antara
individu-individu dalam masyarakat. Berikut beberapa pengartian dari Hukum
Perdata :
a. Hukum Perdata adalah rangkaian
peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum
antara orang yang satu dengan orang yang
lain dengan menitik beratkan pada kepentingan
perseorangan.
b. Hukum Perdata adalah
ketentuan-ketentuan yang mengatur dan membatasi tingkah laku
manusia dalam memenuhi kepentingannya.
c. Hukum Perdata adalah ketentuan
dan peraturan yang mengatur dan membatasi kehidupan manusia atau seseorang
dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan atau kepentingan hidupnya.
Hukum dagang ialah hukum yang mengatur tingkah laku manusia yang turut
melakukan perdagangan untuk memperoleh keuntungan . atau hukum yang mengatur
hubungan hukum antara manusia dan badan-badan hukum satu sama lainnya dalam
lapangan perdagangan . Sistem hukum dagang menurut arti luas dibagi 2 :
tertulis dan tidak tertulis tentang aturan perdagangan. Hukum Dagang Indonesia
terutama bersumber pada :
1)
Hukum tertulis yang dikofifikasikan :
a. Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) atau Wetboek van Koophandel Indonesia (W.v.K)
b. Kitab
Undang-Undang Hukum Sipil (KUHS) atau Burgerlijk Wetboek Indonesia (BW)
2) Hukum
tertulis yang belum dikodifikasikan, yaitu peraturan perundangan khusus yang
mengatur
tentang hal-hal yang berhubungan dengan perdagangan (C.S.T. Kansil, 1985 : 7).
Sifat hukum dagang yang merupakan perjanjian yang mengikat pihak-pihak yang
mengadakan perjanjian. Pada awalnya hukum dagang berinduk pada hukum perdata.
Namun, seirinbg berjalannya waktu hukum dagang mengkodifikasi(mengumpulkan)
aturan-aturan hukumnya sehingga terciptalah Kitab Undang-Undang Hukum Dagang
(KUHD) yang sekarang telah berdiri sendiri atau terpisah dari Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer). Antara KUHperdata dengan KUHdagang
mempunyai hubungan yang erat. Hal ini dapat dilihat dari isi Pasal 1KUhdagang,
yang isinya sebagai berikut: Adapun mengenai hubungan tersebut adalah special
derogate legi generali artinya hukum yang khusus: KUHDagang mengesampingkan
hukum yang umum: KUHperdata.
Prof. Subekti berpendapat bahwa terdapatnya KUHD disamping KUHS sekarang ini
dianggap tidak pada tempatnya. Hali ini dikarenakan hukum dagang relative sama
dengan hukum perdata. Selain itu “dagang” bukanlah suatu pengertian dalam hukum
melainkan suatu pengertian perekonomian. Pembagian hukum sipil ke dalam KUHD
hanyalah berdasarkan sejarah saja, yaitu karena dalam hukum romawi belum
terkenal peraturan-peraturan seperti yang sekarang termuat dalah KUHD, sebab
perdagangan antar Negara baru berkembang dalam abad pertengahan.
2. Berlakunya Hukum Dagang
Sebelum tahun 1938 Hukum Dagang hanya mengikat kepada para pedagang saja yang
melakukan perbuatan dagang, tetapi sejak tahun 1938 pengertian Perbuatan
Dagang, dirubah menjadi perbuatan Perusahaan yang artinya menjadi lebih luas
sehingga berlaku bagi setiap pengusaha (perusahaan).
Para sarjana
tidak satu pun memberikan pengertian tentang perusahaan, pengertian dapat
dipahami dari pendapat antara lain :
a. Menurut Hukum, Perusahaan adalah mereka
yang melakukan sesuatu untuk mencari keuntungan dengan menggunakan banyak modal
(dalam arti luas), tenaga kerja, yang dilakukan secara terus-menerus dan
terang-terangan untuk memperoleh penghasilan dengan cara memperniagakan
barang-barang atau mengadakan perjanjian perdagangan.
b. Menurut Mahkamah Agung (Hoge
Read), perusahaan adalah seseorang yang mempunyai perusahaan, jika secara
teratur melakukan perbuatan – perbuatan yang bersangkutpaut dengan perniagaan
dan perjanjian.
c. Menurut Molengraff, mengartikan
perusahaan (dalam arti ekonomi) adalah
keseluruhan
perbuatan yang dilakukan secara terus-menerus, bertindak keluar, untuk
memperoleh penghasilan dengan cara memperdagangkan perjanjian-perjanjian
perdagangan.
d. Menurut Undang – undang Nomor 3
Tahun 1982, perusahaan adalah setiap bentuk
usaha yang
menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat tetap dan terus menerus, dan yang
didirikan, bekerja serta berkedudukan dalam wilayah Negara Republik Indonesia
untuk tujuan memperoleh keuntungan atau laba.
3. Hubungan Pengusaha dan Pembantunya
Pengusaha
adalah seseorang yang melakukan atau menyuruh melakukan perusahaannya. Dalam
menjalankan perusahannya pengusaha dapat :
a. Melakukan sendiri, Bentuk
perusahaannya sangat sederhana dan semua pekerjaan dilakukan sendiri, merupakan
perusahaan perseorangan.
b. Dibantu oleh orang lain, Pengusaha turut
serta dalam melakukan perusahaan, jadi dia mempunyai dua kedudukan yaitu
sebagai pengusaha dan pemimpin perusahaan dan merupakan perusahaan besar.
c. Menyuruh orang lain melakukan usaha
sedangkan dia tidak ikut serta dalam
melakukan
perusahaan, hanya memiliki satu kedudukan sebagai seorang pengusaha dan
merupakan perusahaan besar.
Sebuah perusahaan dapat dikerjakan oleh seseorang pengusaha atau beberapa orang
pengusaha dalam bentuk kerjasama. Dalam menjalankan perusahaannya seorang
pengusaha dapat bekerja sendirian atau dapat dibantu oleh orang-orang lain
disebut “pembantu-pembantu perusahaan”. Orang-orang perantara ini dapat dibagi
dalam dua golongan. Golongan pertama terdiri dari orang-orang yang sebenarnya
hanya buruh atau pekerja saja dalam pengertian BW dan lazimnya juga dinamakan
handels-bedienden. Dalam golongan ini termasuk, misal pelayan, pemegang buku,
kassier, procuratie houder dan sebagainya. Golongan kedua terdiri dari
orang-orang yang tidak dapat dikatakan bekerja pada seorang majikan, tetapi
dapat dipandang sebagai seorang lasthebber dalam pengertian BW. Dalam golongan
ini termasuk makelar, komissioner.
Namun, di dalam menjalankan kegiatan suatu perusahaan yang dipimpin oleh
seorang pengusaha tidak mungkin melakukan usahanya seorang diri, apalagi jika
perusahaan tersebut dalam skala besar. Oleh karena itu diperlukan bantuan
orang/pihak lain untuk membantu melakukan kegiatan-kegiatan usaha tersebut.
Pembantu-pembantu dalam perusahaan dapat dibagi menjadi 2 fungsi :
a. Membantu
didalam perusahaan
b. Membantu
diluar perusahaan
Pengusaha
adalah setiap orang yang menjalankan perusahaan. Menurut undang-undang, ada 2
macam kewajiban yang harus dipenuhi oleh pengusaha yaitu :
a. Membuat
pembukuan
b.
Mendaftarkan perusahaannya
4. Pengusaha dan Kewajibannya
Pengusaha adalah setiap orang yang
menjalankan perusahaan. Menurut undang-undang, ada dua macam kewajiban yang harus
dilakukan oleh perusahaan, yaitu :
a. Membuat
pembukuan (sesuai dengan Pasal 6 KUH Dagang Undang-undang Nomor 8 Tahun 1997
tentang dokumen perusahaan), dan di dalam pasal 2 undang-undang nomor 8 tahun
1997 yang dikatakan dokumen perusahaan adalah terdiri dari dokumen keuangan dan
dokumen lainnya.
· Dokumen keuangan terdiri dari catatan
(neraca tahunan, perhitungan laba, rekening,
jurnal transaksi harian)
· Dokumen lainnya terdiri dari data setiap tulisan yang
berisi keterangan yang mempunyai nilai guna bagi perusahaan,
meskipun tidak terkait langsung denagn dokumen keuangan.
b. Mendaftarkan
perusahaannya (sesuai Undang0undang Nomor 3 tahun 1982 tentang Wajib daftar
perusahaan).
5. Bentuk-bentuk Badan Usaha
Bentuk-bentuk
badan usaha dilihat dari jumlah pemiliknya yaitu :
a. Perusahaan
Perseorangan, merupakan suatu perusahaan yang dimiliki oleh perseorangan
atau seorang pengusaha.
b. Perusahaan
Persekutuan, merupakan suatu perushaan yang dimiliki oleh beberapa orang
pengusaha yang bekerja sama dalam suatu persekutuan.
Bentuk badan
usaha dilihat dari status hukumnya yaitu :
a. Perusahaan
berbadan hokum, merupakan sebuah subjek hukum yang mempunyai kepentingan
sendiri terpisah dari kepentingan pribadi anggotanya, mempunyai harta
sendiri terpisah dari harta anggotanya, mempunyai tujuan berbeda dengan
anggotanya, dan tanggung jawab pemegang saham terbatas pada nilai sahamnya.
b. Perusahaan
bukan badan hukumJenis perusahaan ini kebalikannya daripada perusahaan berbadan
hukum.
Bentuk badan
usaha yang dikenal di lingkungan masyarakat yaitu :
a Perusahaan
swasta, merupakan perusahaan yang seluruh modalnya dimiliki oleh swasta dan
tidak ada campur tangan pemerintah, yakni :
· Perusahaan swasta nasional
· Perusahaan swasta asing
· Perusahaan campuran (joint venture)
b. Perusahaan
Negara, merupakan prusahaan yang seluruh atau sebagian modalnya dimiliki oleh
negara, yakni :
· Perusahaan Jawatan (Perjan)
· Perusahaan Umum (Perum)
· Perusahaan Perseroan (Persero)
6. Perseroan Terbatas (PT)
Perseroan
terbatas merupakan suatu badan dimana mempunyai kekayaan, hak dan kewajiban
sendiri secara terpisah dari kekayaan pribadi masing-masing serta keanggotaan
perseroan ditunjukkan dengan jumlah kepemilikan saham perusahaan.
Dasar hukum
perseroan terbatas diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang
Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut UUPT. Contoh PT : PT. Bank
Indonesia Tbk, PT. Kraft Indonesia, PT. Kao, PT. Unilever Indonesia, PT.
Beiersdorf Indonesia, PT. Asrta Honda Motor.
7. Koperasi
Koperasi
adalah perserikatan yang memenuhi keperluan para anggotanya dengan cara menjual
barang keperluan sehari-hari para anggotanya dengan harga murah (tidak
bermaksud mencari untung). Pembentukan koperasi diatur dalam Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. Pasal 1 butir 1 koperasi adalah
badan hukum yang beranggotakan orang-seorang atau daban hukum koperasi yang melandaskan
usahanya berdasarkan prinsip-prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi
rakyat yang berdasarkan asas kekeluargaan.
8. Yayasan
Yayasan
adalah badan hukum yang tidak mempunyai anggota yang dikelola oleh pengurus dan
didirikan untuk tujuan sosial. Dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001, yayasan
merupakan suatu badan hukum dan untuk dapat menjadi badan hukum wajib memenuhi
kriteria dan tersyaratan tertentu, yakni :
a) Yayasan
terdiri atas kekayaan yang terpisahkan.
b) Kekayaan
yayasan diperuntukkan untuk mencapai tujuan yayasan.
c) Yayasan
mempunyai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan.
d) Yayasan
tidak mempunyai anggota.
Yang
termasuk sebagai organ yayasan adalah :
a. Pembina,
yaitu organ yayasan yang mempunyai kewenangan dan memegang
kekuasaan
tertinggi.
b. Pengurus,
yaitu organ yayasan yang melaksanakan kepengurusan yayasan. Seorang pengurus
harus mampu melakukan perbuatan hukum dan diangkat oleh pembina berdasarkan
keputusan rapat Pembina.
c. Pengawas, yaitu organ yayasan yang bertugas
melakukan pengawasan serta
memberi
nasihat kepada pengurus dalam menjalankan kegiatan yayasan.
9. Badan Usaha Milik Negara
BUMN adalah
suatu badan usaha yang seluruh atau sebagaian besar modalnya dimiliki oleh
negara. Berikut ini beberapa peran BUMN dalam perekonomian nasional :
Ø Menghasilkan barang dan jasa yang dibutuhkan
masyarakat.
Ø Pelopor atau perintis dalam sektor-sektor yang belum
diminati usaha swasts.
Ø Pelaksana pelayanan umum seperti membangun jalan,
fasilitas sekolah atau kesehatan, dan penyediaan air bersih.
Ø Penyeimbang kekuatan-kekuatan swasta yang besar dan
membantu pengembangan usaha kecil kecil dan koperasi.
PT Bank
Rakyat Indonesia (BRI), PT Asuransi Jasa Raharja, Perum Jasa Tirta, PT
Pelabuhan Indonesia adalah beberapa contoh dari Badan Usaha Milik Negara
(BUMN).
Jenis-jenis
Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yaitu :
a) Persero (Badan Usaha
Perseroan), adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi
dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51% sahamnya dimiliki oleh Negara
yang tujuan utamanya mengejar keuntungan. Maksud dan tujuan pendirian Persero
adalah menyediakan barang dan atau jasa yang bermutu tinggi dan berdaya saing
kuat, serta mengejar keuntungan guna meningkatkan nilai badan usaha. Contoh
Persero antara lain PT Pertamina, PT Kimia Farma Tbk, PT Kereta Api NI Tbk, PT
jamsostek, dan PT Garuda Indonesia.
b) Perum (Badan Usaha
Umum), adalah BUMN yang seluruh modalnya dimiliki oleh negara dan tidak terbagi
atas saham, yang bertujuan untuk menyelenggarakan usaha yang bertujuan untuk
kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan atau jasa yang berkualitas dengan
harga yang terjangkau oleh masyarakat berdasarkan prinsip pengelolaan badan
usaha yang sehat. Untuk mendukung kegiatan dalam rangkai mencapai maksud dan
tujuan tersebut, dengan persetujuan menteri, Perum dapat melakukan penyertaan
modal dalam badan usaha lain. Contoh Perum antara lain Perum Damri, Perum
Bulog, Perum Pegadaian, dan Perum Percetakan Uang Republik Indonesia (Peruri).
c) Perjan, adalah
perusahaan negara yang seluruh modalnya berasal dari kekayaan negara dan
merupakan bagian dari suatu departemen. Usahanya bersifat pelayanan kepada
masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Perusahaan ini berada
di bawah suatu departemen dan bertanggung jawab pada menteri. Pemimpin dan
karyawannya ditunjuk/diangkat oleh menteri dan berstatus PNS.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar